jump to navigation

Fatwa Tentang Dana Pensiun Syariah May 5, 2014

Posted by Suheri in General Idea.
add a comment

Alhamdulillah.
Pada tanggal 15 November 2013 Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah mengeluarkan Fatwa No. 88 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Program Pensiun Berdasarkan Prinsip syariah. Fatwa tersebut telah disampaikan oleh DSN-MUI kepada Koordinator Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Syariah-OJK pada tanggal 8 April 2014, yang selanjutnya OJK akan melakukan sosialisasi sekitar bulan Juni kepada Industri Dana Pensiun.
Dengan keluarnya Fatwa ini maka pertanyaan masyarakat tentang penyelenggaraan Dana Pensiun yang sesuai dengan Syariah terjawab sudah. Dengan adanya Fatwa ini, Dana Pensiun dapat memulai mempersiapkan diri dan menyesuaikan diri jika ingin Dana Pensiunnya sesuai dengan syar’i. Dengan demikian terjawab sudah keinginan seorang karyawan yang mengharapkan dana pensiunnya dapat dieklala secara syariah. Selanjutnya tergantung kepada pendiri dana pensiun, pengurus atau DPLK untuk menindaklanjutinya agar ini bisa diimplementasikan.

Berikut Fatwa dimaksud:

 

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
NOMOR 88/DSN-MUI/XI/2013
TENTANG
PEDOMAN UMUM PENYELENGGARAAN PROGRAM PENSIUN BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah

Menimbang :
  1. bahwa dalam rangka mempersiapkan kesinambungan penghasilan seseorang pada saat masa purna bakti, perlu dilakukan penghimpunan dan pengelolaan dana melalui dana pensiun;
  2. bahwa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dipandang perlu untuk mengatur penyelenggaraan program pensiun berdasarkan prinsip syariah;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a dan b, DSN-MUI memandang perlu untuk menetapkan fatwa tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Program Pensiun Berdasarkan Prinsip Syariah.
Mengingat :
  1. Firman Allah SWT:
    1. QS. al-Hasyr [59]: 18:

      يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

      “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

    2. QS. al-Nisa’ [4]: 29:

      يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيماً

      “Hai orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.”

    3. QS. al-Baqarah [2]: 275:

      الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

      “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

    4. QS. Ali-Imran [3]: 130:

      يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافاً مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

      “Hai orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”

    5. QS. al-Ma’idah [5]: 1:

      يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ …َ

      “Hai orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu ..”

    6. QS. an-Nisa’ [4]: 58:

      إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا…

      “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya ..”

    7. QS. Luqman [31]: 34:

      إِنَّ اللَّهَ عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَداً وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

      “Sesungguhnya Allah, hanya di sisi-Nya sajalah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal.”

  2. Hadis Nabi SAW:
    1. Hadis Nabi SAW dari Abu Hurairah:

      مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ ، يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ، مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ )رَوَاهُ مُسْلِمٌ(

      “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; siapa saja yang memberikan kemudahan terhadap orang yang sedang kesulitan, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat; barang siapa menutup aib muslim yang lain, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya.”
      (HR. Muslim)

    2. Hadis Nabi riwayat Nu’man bin Basyir:

      مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى. (أخرجه مسلم في صحيحه/ الكتاب : البر والصلة، الباب : تراحم المؤمنين وتعاطفهم وتعاضدهم، رقم الحديث : 4685)

      “Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang mereka, saling mengasihi dan saling mencintai bagaikan satu tubuh; jikalau satu bagian menderita sakit, maka bagian lain akan turut merasakan susah tidur dan demam.”
      (HR. Muslim dari Nu’man bin Basyir)

    3. Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Musa al-Asy’ari, Nabi SAW bersabda:

      المُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِن كَالْبُنْيَان يَشُدُّ بَعْضُه بَعْضًا (صحيح مسلم, 481: 103\1(

      “Seorang mukmin dengan mukmin yang lain ibarat sebuah bangunan, satu bagian menguatkan bagian yang lain.”

    4. Hadis Nabi Riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:

      الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.

      “Perdamaian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”.

    5. Hadis Nabi Riwayat Tirmidzi:

      الْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا أَوْ أَحَلَّ حَرَامًاِ

      “Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
      (HR Tirmidzi)

    6. Hadis Nabi Riwayat Hakim:

      قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ لِرَجُلٍ وَهُوَ يَعِظُهُ: اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ )هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ وَلَمْ يُخْرِجَاهُ (.

      “Rasulullah SAW bersabda dalam rangka menasihati seseorang; “pergunakanlah lima perkara sebelum datang lima perkara: sehatmu sebelum sakitmu, mudamu sebelum tuamu, kayamu sebelum miskin, waktu luangmu sebelum sempit, hidupmu sebelum matimu.”
      (HR. Hakim)

    7. Atsar Sahabat:

      مَرَّ عُمَرُ ابْنُ الخَطَّابِ رضي الله عنه بِبَابِ قَوْمٍ وَعَلَيْهِ سَائِلٌ يَسْأَل، شَيْخٌ كَبِيْرٌ ضَرِيْرُ الْبَصَرِ، فَضَرَبَ عَضُدَهُ مِنْ خَلْفِهِ، وَقَالَ : مَنْ أَيِّ أَهْلِ الكِتَابِ أَنْتَ؟ قَالَ : يَهُوْدِيٌّ، قَالَ : فَمَا أَلْجَأَكَ إِلَى مَا أَرَى؟ قَالَ : أَسْأَلُ الْجِزْيَةَ وَالْحَاجَةَ وَالسِّنَّ، قَالَ : فَأَخَذَ عُمَرُ بِيَدِهِ وَذَهَبَ بِه ِإِلىَ مَنْزِلِهِ، فَرَضَخَ لَهُ بِشَيْئٍ مِنَ الْمَنْزِلِ، ثُمَّ أَرْسَلَ إِلَى خَازِنِ بَيْتِ الْمَالِ. فَقَالَ : انْظُرْ هَذَا وَضُرَبَائَهُ فَوَاللهِ مَا أَنْصَفْنَاهُ أَكَلْنَا شَبِيّبَتَهُ ثُمَّ نَخْذُلُهُ عِنْدَ الْهَرَمِ، (إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْنِ) وَالْفُقَرَاءُ هُمُ الْمُسْلِمُوْنَ وَهَذَا مِنَ الْمَسَاكِيْن مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَوَضَعَ عَنْهُ الْجِزْيَةَ وَعَنْ ضُرَبَائِهِ.

      “Umar ibn Khattab r.a. melewati pintu suatu kaum, seorang laki-laki tua dan buta bertanya kepadanya, kemudian Umar menepuk sikunya, dan bertanya: Anda dari golongan ahlil kitab mana? Laki-laki itu menjawab: dari kelompok Yahudi. Ia berkata: apa yang mendorongmu datang ke sini? ia menjawab: saya bermaksud meminta jizyah karena saya sudah tua dan membutuhkannya. Kemudian Umar r.a. memegang tangannya dan membawanya pergi ke rumahnya, dan memberinya sesatu dari rumahnya. Kemudian mengutusnya ke petugas bait al-mal. Umar r.a. berkata kepada petugas tersebut: perhatikan bapak ini dan orang–orang sepertinya. Demi Allah kita tidak memperlakukannya dengan adil, kita mempekerjakannya masa mudanya, tetapi kita menghinakannya di masa tuannya (Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin). Orang-orang fakir adalah orang-orang Islam, sedangkan bapak ini termasuk orang-orang ahli kitab yang miskin, kemudian Umar r.a. membebaskan kewajiban membayar jizyah dari orang tersebut dan orang-orang yang sama dengannya.”

    8. Qaul Ulama:

      وَرَدَ عَنْ عُمَرَ بْن عَبْدِ الْعَزِيْزِ أَنَّهُ بَعَثَ لِعَامِلِهِ عَلى البَصْرَة يَقُولُ فِيْه: وَانْظُر مِن قَبلِك مِن أَهْل الذِّمَة مَنْ كَبُرَتْ سِنُّهُ وَضَعُفَتْ قُوَّتُهُ وَولَّتْ عَنْهُ الْمَكَاسِبُ فَأَجَرَ عَلَيْهِ مِنْ بَيْتِ مَالِ الْمُسْلِمِيْنَ مَا يُصْلِحُهُِ

      Diriwayatkan, bahwa Umar bin Abdul Aziz mengutus pekerjanya ke negeri Bashrah, ia berkata kepadanya: “lihatlah ahli dzimmah yang bertemu denganmu yang sudah tua dan lemah serta tidak mampu bekerja, maka cukupilah biaya yang dibutuhkannya dari baitul mal.”

    9. Qaul Ulama:

      وَيَجُوْزُ التَّوْكِيْلُ بِجُعْلٍ وَغَيْرِ جُعْلٍ، فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَألِهِ وَسَلَّمَ وَكَّلَ أُنَيْسًا فِيْ إِقَامَةِ الْحَدِّ، وَعُرْوَةَ فِيْ شِرَاءِ شَاةٍ، وَأبَارَافِعٍ فِيْ قَبُوْل النِّكَاحِ بِغَيْرِ جُعْلٍ؛ وَكَانَ يَبْعَثُ عُمَّالَهُ لِقَبْضِ الصَّدَقَاتِ وَيَجْعَلُ لَهُ عُمولَةً

      “Akad taukil (wakalah) boleh dilakukan baik dengan imbalanmaupun tanpa imbalan. Hal itu karena Nabi SAW pernah mewakilkan kepada Unais untuk melaksanakan hukuman, kepada Urwah untuk membeli kambing, kepada Abu Rafi dalam menerima pernikahan, dan beliau mengutus pegawai-pegawainya untuk menerima sedekah (zakat) serta menjadikannya sebagai amil yang mendapat imbalan.”
      (Al Mughni, Ibnu Qudamah, Kairo, Darul Hadist 2004, juz 6, hlm 468)

  3. Kaidah fikih, antara lain:
    1. الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلَّدلِيلٌ عَلَى التَّحْرِيمِ

      “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
      (al Asyhbah wa an Nazha`ir, Imam Suyuthi, hlm 10)

    2. الضَّرَرُ يُزَالُ

      “Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan.”
      (al Asyhbah wa an Nazha`ir, Imam Suyuthi, hlm 84)

    3. الضَّرَرُ يُدْفَعُ بِقَدْرِ الْإِمْكَانِ

      “Segala madharat (bahaya, kerugian) harus dihindarkansedapat mungkin.”
      (Durar al Hukkam, Ali Haidar, hlm 42)

    4. تَصَرُّفُ الْإِمَامِ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوطٌ بِالْمَصْلَحَةِ (الأشباه والنظائر للسيوطي ص 122)

      “Tindakan atau kebijakan Imam (pemerintah) terhadap rakyat harus berorientasi pada mashlahat”. (Majallah al-Ahkam al-‘Adliyah, 58)

  4. Standar Syar’i (AAOIFI) No. 31; 4-1:

    أن يكون الغرر في عقد معاوضة مالية، أو ما بمعناها. مثل: البيع، والإجارة، والشركة، فلا يؤثر الغرر في عقود التبرعات ولو كان كثيراً، مثل الهبة والوصية

    “Gharar yang merusak legalitas akad adalah gharar yang terdapat dalam kontrak bisnis (mu’awadhat) dan yang dipersamakan dengan itu antara lain berupa akad jual-beli, ijarah, dan syarikah. Sebaliknya, gharar tidak merusak legalitas akad tabarru’ meski dominan, antara lain akad hibah dan wasiat.”

Memperhatikan :
  1. Fatwa DSN MUI No. 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah
  2. Fatwa DSN MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah bil Ujrah pada Asuransi dan Reasuransi Syariah;
  3. Fatwa DSN MUI No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’ pada Asuransi dan Reasuransi Syariah;
  4. Hasil kajian dan mudzakarah yang dilakukan antara DSN-MUI dengan IKNB OJK dan Asosiasi Dana Pensiun pada tgl 28 Mei 2013, 26 Juni 2013, 2 Juli 2013, 29-30 Agustus 2013 tentang Dana Pensiun Syariah;
  5. Rapat pleno DSN-MUI tanggal 12 Muharram 1435 M/15 November 2013 M.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PEDOMAN UMUM PENYELENGGARAAN PROGRAM PENSIUN BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:

  1. Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan Manfaat Pensiun;
  2. Dana Pensiun Syariah adalah Dana Pensiun yang menyelenggarakan program pensiun berdasarkan Prinsip Syariah;
  3. Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) adalah Dana Pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku Pendiri, untuk menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) atau Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP), bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai Peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap Pemberi Kerja;
  4. Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) adalah Dana Pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari Dana Pensiun Pemberi Kerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan;
  5. Program Pensiun adalah setiap program yang mengupayakan Manfaat Pensiun bagi Peserta;
  6. Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) adalah program pensiun yang iurannya ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun dan seluruh iuran serta hasil pengembangannya dibukukan pada rekening masing-masing Peserta sebagai Manfaat Pensiun;
  7. PPIP-Contributory adalah Program Pensiun yang Pesertanya ikut mengiur untuk penyelenggaraan program pensiunnya;
  8. PPIP-Non Contributory adalah adalah Program Pensiun yang Pesertanya tidak ikut mengiur untuk penyelenggaraan program pensiunnya; iuran untuk penyelenggaraan pensiun hanya dilakukan oleh Pemberi Kerja;
  9. Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) adalah program pensiun yang manfaatnya ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun atau program pensiun lain yang bukan merupakan Program Pensiun Iuran Pasti;
  10. Program pensiun syariah adalah program pensiun yang dijalankan dan dikelola sesuai dengan prinsip syariah;
  11. Iuran adalah dana yang diterima Dana Pensiun yang berasal dari Pemberi Kerja dan/atau Peserta;
  12. Manfaat Pensiun adalah pembayaran yang diserahkan kepada penerima pada saat dan dengan cara yang ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun serta tidak bertentangan dengan prinsip syariah;
  13. Peraturan Dana Pensiun adalah peraturan yang berisi ketentuan yang menjadi dasar pengelolaan dan penyelenggaraan pensiun;
  14. Vesting Right adalah hak seorang peserta untuk menerima Manfaat Pensiun setelah yang bersangkutan menjadi peserta selama kurun waktu tertentu;
  15. Locking-in adalah asas penundaan pembayaran manfaat pensiun bagi Peserta sebelum mencapai usia pensiun;
  16. Peserta adalah setiap orang yang memenuhi persyaratan Peraturan Dana Pensiun;
  17. Penerima manfaat pensiun adalah peserta, isteri/suami dari peserta, anak-anak yang sah dari peserta, atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta, sebagaimana diatur dalam Peraturan Dana Pensiun;
  18. Akad adalah pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan menerima ikatan) yang dibuat antara dua pihak atau lebih, sesuai prinsip syariah;
  19. Akad Hibah adalah akad yang berupa Pemberian dana (Mauhub bih) dari Pemberi kerja (Wahib) kepada Pekerja (Mauhub lah) dalam penyelenggaraan pensiun;
  20. Akad Hibah bi Syarth adalah hibah yang baru terjadi (efektif) apabila syarat-syarat tertentu terpenuhi (dalam hal vesting right);
  21. Akad Hibah Muqayyadah adalah hibah, di mana pemberi (Wahib) menentukan orang-orang/pihak-pihak yang berhak menerima manfaat pensiun termasuk ketidakbolehan mengambil manfaat pensiun sebelum waktunya (locking in);
  22. Akad Wakalah adalah akad berupa pelimpahan kuasa oleh pemberi kuasa kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan;
  23. Akad Wakalah bil Ujrah adalah akad wakalah dengan imbalan upah (ujrah);
  24. Akad Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara Dana Pensiun Syariah dengan pihak lain; Dana Pensiun Syariah sebagai Shahibul Mal, pihak lain sebagaiMudharib (pengelola), keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati, sedangkan kerugian dibebankan kepada Dana Pensiun Syariah apabila kerugian tersebut terjadi bukan karena kelalaian pengelola.
Kedua : Ketentuan terkait PPIP (Program Pensiun Iuran Pasti) pada DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan)

  1. Ketentuan Para Pihak dan Akad PPIP pada DPLK
    1. Para Pihak dalam PPIP pada DPLK adalah Pemberi Kerja, Peserta, Pengelola DPLK (selanjutnya disebut Dana Pensiun Syariah), Investee, dan Penerima Manfaat Pensiun;
    2. Akad antara Pemberi Kerja dengan Peserta adalah Hibah bi Syarth; Pemberi Kerja sebagai Pemberi (Wahib), dan Peserta sebagai Penerima (Mauhub lah);
    3. Pemberi Kerja memiliki hak untuk menentukan pihak-pihak yang berhak menerima manfaat pensiun dengan akad Hibah Muqayyadah sesuai dengan Peraturan Dana Pensiun Syariah;
    4. Akad antara Pemberi Kerja dengan Dana Pensiun Syariah adalah akad wakalah; Pemberi Kerja berkedudukan sebagai Muwakkil, dan Dana Pensiun Syariah sebagai Wakil dalam mengelola program pensiun bagi pekerjanya;
    5. Dalam PPIP-Contributory, akad antara Peserta dengan Dana Pensiun Syariah, adalah akad Wakalah bil Ujrah; Peserta sebagai Muwakkil, dan Dana Pensiun Syariah sebagai Wakil dalam mengelola program pensiunnya;
    6. Akad antara Peserta Mandiri dengan Dana Pensiun Syariah adalah akadWakalah bil Ujrah; Peserta sebagai Muwakkil, dan Dana Pensiun Syariah sebagai Wakil dalam mengelola program pensiunnya;
    7. Akad antara Dana Pensiun Syariah dengan Investee/Manajer Investasi adalah akad Wakalah bil Ujrah atau akad Mudharabah. Dana Pensiun Syariah sebagai Muwakkil, dan Investee/Manajer Investasi sebagai Wakil dalam akadWakalah bil Ujrah; dan Dana Pensiun Syariah sebagai Shahib al-Mal, dan Investee/Manajer Investasi sebagai Mudharib dalam akad Mudharabah;
    8. Akad antara Dana Pensiun Syariah dengan Bank Kustodian, Penasehat Investasi, dan Akuntan Publik adalah akad ijarah; Dana Pensiun Syariah sebagai Musta’jir; dan Bank Kustodian, Penasehat Investasi, dan Akuntan Publik sebagai Ajir;
    9. Dalam rangka penyelenggaraan kegiatan investasi dan non investasi, Dana Pensiun Syariah boleh melakukan perjanjian (akad) dengan pihak lain berdasarkan prinsip syariah yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Ketentuan Iuran PPIP pada DPLK
    1. Pemberi Kerja dan/atau Peserta menyisihkan dana untuk iuran penyelenggaraan program pensiun peserta, dan menyerahkannya kepada Dana Pensiun Syariah dengan akad Wakalah bil Ujrah; serta mengacu pada peraturan perundangan dana pensiun;
    2. Dalam hal vesting right, akad hibah dari Pemberi Kerja kepada Peserta akan berlaku apabila syarat-syaratnya telah terpenuhi sesuai kesepakatan dan/atau ketentuan yang ditentukan Pemberi Kerja yang substansinya sesuai dengan syariah dan/atau peraturan perundang-undangan;
    3. Dalam hal locking in, dana hibah dari Pemberi Kerja berikut hasil pengelolaannya, sudah menjadi milik Peserta tapi belum bisa diambil berdasarkan akad Hibah Muqayyadah;
    4. Peserta berhak menarik dana miliknya dari Dana Pensiun Syariah, dan Dana Pensiun Syariah wajib menunaikannya, pada saat Peserta yang bersangkutan mencapai usia pensiun yang ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun (pensiun dipercepat, normal, atau ditunda);
    5. Apabila peserta meninggal dunia, maka manfaat pensiun diberikan kepada pihak yang ditunjuk dengan syarat tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
  3. Ketentuan Pengelolaan Kekayaan Peserta PPIP pada DPLK
    1. Pengelolaan kekayaan harus didasarkan pada prinsip kehati-hatian, profesionalisme dan memenuhi Prinsip Syariah;
    2. Iuran yang diterima Dana Pensiun Syariah harus diinvestasikan sesuai dengan Prinsip Syariah;
    3. Kegiatan investasi menggunakan akad yang berlaku sesuai dengan Prinsip Syariah;
    4. Pengelola DPLK Syariah berhak memperoleh imbalan (ujrah) atas pengelolaan dana berdasarkan Akad Wakalah bil Ujrah.
  4. Ketentuan Manfaat Pensiun PPIP pada DPLK
    1. Iuran Peserta dan/atau dana hibah dari Pemberi Kerja yang dikelola Dana Pensiun Syariah beserta hasil investasinya, menjadi milik Peserta apabila telah dipenuhi persyaratan yang ditentukan Pemberi Kerja dan/atau disepakati dalam perjanjian yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan;
    2. Serahterima manfaat pensiun harus didasarkan pada kesepakatan sesuai prinsip syariah dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketiga : Ketentuan terkait PPIP pada DPPK

  1. Ketentuan Para Pihak dan Akad PPIP pada DPPK
    1. Para Pihak dalam PPIP pada DPPK adalah Pemberi Kerja, Peserta, Pengelola DPPK (selanjutnya disebut Dana Pensiun Syariah), Investee, dan Penerima Manfaat Pensiun;
    2. Akad antara Pemberi Kerja dengan Peserta adalah Hibah bi Syarth; Pemberi Kerja sebagai Pemberi (Wahib), dan Peserta sebagai Penerima (Mauhub lah);
    3. Pemberi Kerja memiliki hak untuk menentukan pihak-pihak yang berhak menerima manfaat pensiun dengan akad Hibah Muqayyadah sesuai dengan Peraturan Dana Pensiun Syariah;
    4. Akad antara Pemberi Kerja dengan Dana Pensiun Syariah adalah akad wakalah; Pemberi Kerja berkedudukan sebagai Muwakkil, dan Dana Pensiun Syariah sebagai Wakil untuk menyelenggarakan program pensiun bagi pekerjanya;
    5. Dalam hal Contributory, akad antara Peserta dengan Dana Pensiun Syariah adalah akad Wakalah; Peserta berkedudukan sebagai Muwakkil, dan Dana Pensiun sebagai Wakil;
    6. Akad antara Dana Pensiun Syariah dengan Investee/Manajer Investasi adalah akad Wakalah bil Ujrah atau akad Mudharabah. Dana Pensiun sebagaiMuwakkil, dan Investee/Manajer Investasi sebagai Wakil dalam akad Wakalah bil Ujrah; dan Dana Pensiun sebagai Shahib al-Mal, dan Investee/Manajer Investasi sebagai Mudharib dalam akad Mudharabah;
    7. Akad antara Dana Pensiun dengan Bank Kustodian, Penasehat Investasi, dan Akuntan Publik adalah akad ijarah; Dana Pensiun sebagai Mu’jir; dan Bank Kustodian, Penasehat Investasi, dan Akuntan Publik sebagai Ajir (Musta’jir);
    8. Dalam rangka penyelenggaraan kegiatan investasi dan non investasi, Dana Pensiun Syariah boleh melakukan perjanjian (akad) dengan pihak lain berdasarkan prinsip syariah yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Ketentuan Iuran PPIP pada DPPK
    1. Pemberi Kerja dan/atau Peserta menyisihkan dana untuk iuran penyelenggaraan program pensiun peserta, dan menyerahkannya kepada Dana Pensiun Syariah dengan akad wakalah serta mengacu pada peraturan perundangan dana pensiun;
    2. Pemberi Kerja memiliki hak untuk menentukan pihak-pihak yang berhak menerima manfaat pensiun dengan akad Hibah Muqayyadah sesuai dengan Peraturan Dana Pensiun Syariah;
    3. Dalam hal vesting right, akad hibah dari Pemberi Kerja kepada Peserta akan berlaku apabila syarat-syaratnya telah terpenuhi sesuai kesepakatan dan/atau ketentuan yang ditentukan Pemberi Kerja yang substansinya sesuai dengan syariah dan/atau peraturan perundang-undangan;
    4. Apabila Pemberi Kerja gagal memenuhi kewajiban pada masa vesting right,Mauhub bih menjadi milik Pekerja;
    5. Dalam hal locking in, dana hibah dari Pemberi Kerja berikut hasil pengelolaannya, sudah menjadi milik Peserta tapi belum bisa dikuasai secara penuh;
    6. Peserta berhak menarik dana miliknya dari Dana Pensiun Syariah, dan Dana Pensiun Syariah wajib menunaikannya, pada saat Peserta yang bersangkutan mencapai usia pensiun yang ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun (pensiun dipercepat, normal, atau ditunda);
    7. Apabila peserta meninggal dunia, maka manfaat pensiun diberikan kepada pihak yang ditunjuk dengan syarat tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
  3. Ketentuan Pengelolaan Kekayaan Peserta PPIP pada DPPK
    1. Pengelolaan kekayaan harus didasarkan pada prinsip kehati-hatian, profesionalisme dan memenuhi Prinsip Syariah;
    2. Iuran yang diterima Dana Pensiun Syariah harus diinvestasikan sesuai dengan Prinsip Syariah;
    3. Kegiatan investasi menggunakan akad yang berlaku sesuai dengan Prinsip Syariah.
  4. Ketentuan Manfaat Pensiun PPIP pada DPPK
    1. Iuran Peserta dan/atau dana hibah dari Pemberi Kerja yang dikelola Dana Pensiun Syariah beserta hasil investasinya, menjadi milik Peserta apabila telah dipenuhi persyaratan yang ditentukan Pemberi Kerja dan/atau disepakati dalam perjanjian yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan;
    2. Serahterima manfaat pensiun harus didasarkan pada kesepakatan sesuai prinsip syariah dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keempat : Ketentuan terkait PPMP

  1. Ketentuan Para Pihak dan Akad PPMP
    1. Para Pihak dalam PPMP adalah Pemberi Kerja, Peserta, Dana Pensiun Syariah,Investee, Aktuaris, dan Penerima Manfaat Pensiun;
    2. Akad antara Pemberi Kerja dengan Peserta adalah Hibah bi syarth; Pemberi Kerja sebagai Pemberi (Wahib), dan Peserta sebagai Penerima (Mauhub lah);
    3. Pemberi Kerja memiliki hak untuk menentukan pihak-pihak yang berhak menerima manfaat pensiun dengan akad Hibah Muqayyadah sesuai dengan Peraturan Dana Pensiun Syariah;
    4. Akad antara Pemberi Kerja dengan Dana Pensiun Syariah adalah akad wakalah; Pemberi Kerja berkedudukan sebagai Muwakkil, dan Dana Pensiun Syariah sebagai Wakil;
    5. Akad antara Peserta dengan Dana Pensiun Syariah adalah akad Wakalah; Peserta berkedudukan sebagai Muwakkil, dan Dana Pensiun Syariah sebagaiWakil;
    6. Dalam rangka penyelenggaraan kegiatan investasi dan non investasi, Dana Pensiun Syariah boleh melakukan perjanjian (akad) dengan pihak lain berdasarkan syariah yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
    7. Akad antara Dana Pensiun Syariah dengan Investee/Manajer Investasi adalah akad Wakalah bil Ujrah atau akad Mudharabah. Dana Pensiun Syariah sebagai Muwakkil, dan Investee/Manajer Investasi sebagai Wakil dalam akadwakalah bil ujrah; dan Dana Pensiun Syariah sebagai Shahib al-Mal, danInvestee/Manajer Investasi sebagai Mudharib dalam akad Mudharabah;
    8. Akad antara Dana Pensiun Syariah dengan Bank Kustodian, Penasehat Investasi, Akuntan Publik, dan Konsultan Aktuaria adalah akad ijarah; Dana Pensiun Syariah sebagai Musta’jir; dan Bank Kustodian, Penasehat Investasi, Akuntan Publik dan Konsultan Aktuaria sebagai Ajir.
  2. Ketentuan Iuran PPMP
    1. Pemberi Kerja dan/atau Peserta memberikan dananya untuk iuran penyelenggaraan program pensiun, dan menyerahkannya kepada Dana Pensiun Syariah dengan akad wakalah;
    2. Akad antara Pemberi Kerja dengan Peserta adalah hibah bi syarth; Pemberi Kerja sebagai Pemberi (Wahib), dan Peserta sebagai Penerima (Mauhub lah);
    3. Dalam hal vesting right, akad hibah dari Pemberi Kerja kepada Peserta akan berlaku apabila syarat-syaratnya telah terpenuhi sesuai kesepakatan dan/atau ketentuan yang ditentukan Pemberi Kerja yang substansinya sesuai dengan syariah dan/atau peraturan perundang-undangan;
    4. Apabila Pemberi Kerja gagal memenuhi memenuhi kewajiban pada masavesting rightMauhub bih menjadi milik Pekerja;
    5. Dalam hal locking in, dana hibah dari Pemberi Kerja berikut hasil pengelolaannya, sudah menjadi milik Peserta tapi belum bisa dikuasai secara penuh;
    6. Peserta berhak menarik dana miliknya dari Dana Pensiun Syariah, dan Dana Pensiun Syariah wajib menunaikannya, pada saat Peserta yang bersangkutan mencapai usia pensiun yang ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun (pensiun dipercepat, normal, atau ditunda);
    7. Apabila peserta meninggal dunia, maka manfaat pensiun diberikan kepada pihak yang ditunjuk dengan syarat tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
  3. Ketentuan Pengelolaan Kekayaan Peserta PPMP
    1. Pengelolaan kekayaan harus didasarkan pada prinsip kehati-hatian, profesionalisme dan memenuhi Prinsip Syariah;
    2. Iuran yang diterima Dana Pensiun Syariah harus diinvestasikan sesuai dengan Prinsip Syariah;
    3. Kegiatan investasi menggunakan akad yang berlaku sesuai dengan Prinsip Syariah.
  4. Ketentuan Manfaat Pensiun PPMP
    1. Iuran Peserta dan/atau dana hibah dari Pemberi Kerja yang dikelola Dana Pensiun Syariah beserta hasil investasinya, menjadi milik Peserta apabila telah dipenuhi persyaratan yang ditentukan Pemberi Kerja dan/atau disepakati dalam perjanjian yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan;
    2. Serahterima manfaat pensiun harus didasarkan pada kesepakatan sesuai prinsip syariah dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kelima : Ketentuan Penutup

  1. Apabila terjadi perselisihan di antara para pihak dalam penyelenggaraan pensiun berdasarkan prinsip syariah, dilakukan penyelesaian perselisihan sesuai syariah melalui musyawarah, mediasi, arbitrase,atau pengadilan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

 

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 12 Muharram 1435 H


15 November 2013 M

DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua

K.H. MA Sahal Mahfudh

Sekretaris

Drs. H. M Ichwan Sam

Zakat Bisa Mengurangi Penghasilan Kena Pajak July 12, 2011

Posted by Suheri in General Idea.
add a comment

Bagaimana caranya agar bukti pembayaran zakat bisa mengurangi penghasilan kena pajak ?

Syaratnya : Zakat tersebut harus dibayarkan kepada amil zakat yang dibentuk atau disahkan pemerintah dan Bukti pembayaran zakat paling sedikit memuat informasi (ini merupakan syarat kumulatif) :

Nama lengkap Wajib Pajak dan NPWP pembayar, Jumlah & tanggal pembayaran dan Nama badan amil zakat, lembaga amil zakat, atau lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan Pemerintah.  Kumulatif artinya ke-tiga syarat tersebut harus terpenuhi di bukti pembayaran pajak yang kita lampirkan dalam SPT Tahunan. Ditambah validasi petugas bank jika pembayaran melalui transfer bank atau tanda tangan petugas badan amil zakat jika pembayaran secara langsung. (Peraturan Dirjen Pajak No.PER-6/PJ/2011, 21 Maret 2011)  sumber : http://finance.detik.com/read/2011/07/12/103847/1679376/9/daftar-aturan-pajak-baru?f990101mainnews

Program Pensiun Berdasarkan Prinsip Syariah June 27, 2011

Posted by Suheri in General Idea.
add a comment

Oleh :
Suheri, MSi *)

1. 1 Kebutuhan

Pengetahuan peserta Dana Pensiun terkait dengan investasi semakin hari menunjukkan peningkatan yang menggembirakan. Berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh perbankkan dalam berinvestasi turut memberikan andil dalam hal ini, selain sosialisasi yang secara terus-menerus dari Dana Pensiun kepada para pesertanya.
Terkait dengan hal ini, tidak sedikit di antara peserta yang tidak hanya mempertanyakan hasil pengembangan yang mereka peroleh atas dana pensiunnya, melainkan mulai mempertanyakan apakah dana yang diinvestasikan tersebut sesuai dengan syariah atau tidak. Bahkan ada di antaranya yang ketika mengetahui bahwa hasil investasi tahun 2009 yang diberikan Dana Pensiun mendekati 50 % pun tidak membuat mereka puas, karena yang lebih penting adalah bila diinvestasikan sesuai dengan prinsip syariah sebagai syarat utamanya.
Telah adanya bank syariah, asuransi syariah, bank cutody syariah, penggadaian syariah, reksadana syariah, sukuk, dan berbagai intrumen syariah lainnya, membuat peserta merasa tidak nyaman jika dana pensiunnya tidak dikelola secara syariah pula.
Hal ini tentunya menjadi tantangan bagi semua pihak yang berkecimpung dalam dunia Dana Pensiun untuk mengakomodasi kebutuhan yang bagi sebagian peserta sudah tidak bisa dikategorikan darurat lagi, dan bertentangan dengan nilai yang tercantum dalam firman Allah yang melarang maisir dan riba (surat Al-Baqarah ayat 275), yaitu:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Banyaknya entitas yang terlibat untuk mewujudkan dana pensiun berdasarkan prinsip syaraih ini, menjadikan hal ini menjadi sesuatu yang menarik untuk dikaji dan dicarikan jalan keluarnya. Berikut adalah beberapa pemikiran bagaimana Program Pensiun Berdasarkan Prinsip syariah ini bisa diwujudkan.

1. 2 Iuran Peserta dan Perusahaan

Iuran dana Pensiun dapat dari perusahaan saja, dari peserta saja, atau dari peserta dan dari perusahaan. Untuk Manfaat Pasti, Dana yang berasal dari perusahaan dapat dikategorikan sebagai janji (akad waad) dari perusahaan kepada peserta dengan syarat-syarat tertentu, seperti yang tercantum dalam ikatan (akad) di mana perusahaan akan memenuhi jumlah tertentu pada saat peserta pensiun, sesuai dengan nilai variabel yang dimiliki perserta pada saat peserta pensiun. Apabila jumlah iuran yang sudah disetorkan dihitung bisa tidak mencukupi, maka perusahaan dapat saja menambahkan setoran (iuran normal maupun iuran tambahan), walaupun dihitungnya dengan asumsi bunga teknis. Karena perhitungan menggunakan bunga teknis hanyalah pendekatan untuk memperkirakan berapa kebutuhan yang perlu dipenuhi oleh perusahaan mengantisipasi hasil pengembangan (bagi hasil) dan kenaikan gaji peserta untuk memenuhi janjinya dengan menambah iuran. Dan ini bisa dimisalkan dengan penggunaan timbangan, di mana timbangan adalah alat, yang penting adalah zat yang ditimbang maupun proses memperolehnya halal.
Sementara untuk iuran pasti, perusahaan juga dapat menjanjikan kepada peserta bahwa iuran tersebut akan menjadi milik peserta jika peserta mememnuhi ketentuan yang dituangkan dalam ikatan (akad), misal masa kepesertaan. Sedangkan selanjutnya akan menjadi hak peserta sampai peserta berhenti atau pensiun.

1. 3 Akad Untuk Menginvestasikan Dana

Dana peserta yang disetorkan ke dana pensiun, akan diinvestasikan oleh Dana Pensiun. Untuk menginvestasikan dana tersebut, peserta menggunakan akad wakalah kepada Dana Pensiun, yang berarti perlindungan (al-hifzh), pencukupan (al-kifayah), tanggungan (al-dhamah), atau pendelegasian (al-tafwidh), yang diartikan juga dengan memberikan kuasa atau mewakilkan. Adapula pengertian-pengertian lain dari Wakalah di antaranya wikalah yang berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat, atau pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama (dalam hal ini peserta) kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan (dalam hal ini Dana Pensiun) yang hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama, namun apabila kuasa itu telah dilaksanakan sesuai yang disyaratkan (yaitu menginvestasikan sesuai dengan ketentuan investasi Dana Pensiun yang diketahui oleh Peserta pada saat akad ditandatangani), maka semua resiko dan tanggung jawab atas dilaksanakan perintah tersebut sepenuhnya menjadi pihak pertama atau pemberi kuasa.

1. 4 Lembaga terkait dalam Pengelolaan Berdasarkan Syariah

Semua dana yang diterima Dana Pensiun, harus diinvestasikan sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam akad Wakalah. Sedangkan pengelolaannya harus memenuhi persyaratan yang sesuai dengan syar’i. Adapun hal-hal yang perlu menjadikan perhatian sehubungan dengan lembaga yang terkait sebagai berikut:

1.4.1 Bank.

Semua rekening Dana Pensiun harus pada bank syariah. Demikian juga jika dilakukan penempatan dana pada bank harus menggunakan produk perbankan syariah.

1.4.2 Manajer Investasi

Dengan manajer investasi, pengelola menggunakan akad tijaroh (jasa pengelolaan), di mana manajer investasi akan mendapatkan fee atas dana yang dikelola. Dana tersebut harus diinvestasikan di instrumen syariah, baik berupa SBSN, sukuk, saham-saham syariah, reksadana syariah, maupun instrumen lainnnya yang diperkenankan oleh PMP 199/2008 yang sudah sesuai dengan syariah. Dan dalam mengelola dana tersebut ketentuan investasi sesuai dengan akad yang mengikat manajer investasi, di mana seluruh instrumen yang disepakati harus instrumen yang syariah dan dikelola sesuai dengan syariah. Sedangkan dana cash yang belum diinvestasikan oleh manajer investasi juga harus dimasukkan ke dalam instrumen syariah di bank syariah.

1.4.3 Bank Custody

Dalam menggunakan jasa titipan, dana pensiun yang berlandaskan syariah juga menggunakan Bank Custody Syariah. Di Indonesia sudah terdapat beberapa bank Custody yang menggunakan prinsip syariah. Dana Pensiun berlandaskan Syariah menggunakan Bank Custody Shariah sebagai lembaga jasa titipan.

1. 5 Pembayaran Manfaat Pensiun

Pembayaran Manfaat Pensiun, tergantung Dana Pensiunnya, ada yang secara lump sum ada pula yang dibayarkan secara bulanan (oleh dana pensiun atau melalui anuitas). Untuk pembayaran secara lump sum, tidak ada perbedaan dengan praktek dana pensiun yang bukan berlandaskan syariah. Namun Untuk Dana Pensiun yang melakukan Pembayaran manfaat Pensiun bulanan, dana peserta yang telah memasuki usia pensiun dapat dimasukkan ke dalam kelompok dana Tabarru (dana tolong menolong), yang selanjutnya dana tersebut dikelola sesuai dengan syariah, seperti pengelolaan asuransi syariah. Sementara untuk pembayaran melalui anuitas, dana dipindahkan ke asuransi anuitas yang berlandaskan syariah. Jika belum ada anuitas yang berlandaskan syariah, maka untuk kondisi ini, dianggap masih darurat, di mana dana peserta masih dapat diperkenankan untuk dipindahkan ke anuitas yang tidak berlandaskan syariah, dan ini tentunya jadi tugas rumah bagi para praktisi asuransi syariah untuk menyediakan asuransi anuitas yang berlandaskan syariah.

1. 6 Bagaiamana cara mengakomodasinya dalam Regulasi

Untuk menjamin terselenggaranya praktek pengelolaan secara syariah, pada dana pensiun syariah diperlukan lembaga pengawas seperti pada institusi perbankan, asuransi, dan multifinance, yaitu Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS ini akan menjadi pengawas atas praktek yang dijalankan oleh Dana Pensiun syariah sehingga tetap sesuai dengan kaidah-kaidah syariah.
Selain itu dibutuhkan beberapa aturan yang perlu diatur agar Dana Pensiun Syariah dapat tumbuh. Secara legal diperlukan payung hukum, yaitu dengan menambahkan pasal yang mengakomodasi keberadaan institusi Dana Pensiun yang berlandaskan syariah dalam UU tentang Dana Pensiun. Dan dalam pasal tersebut perlu ditambahkan bahwa Institutsi ini dapat berdiri sendiri atau merupakan suatu kelompok di antara beberapa kelompok pengolaan dana pada institusi dana Pensiun yang sudah ada, khususnya bagi Dana Pensiun Pemberi Kerja. Salah satu dari kelompok ini dipergunakan untuk mengakomodiasi dana peserta yang dananya ingin dikelola secara syariah. Cara ini diperlukan bagi peserta yang menginginkan dana pensiunnya dieklola secara syariah, namum untuk membentuk dana pensiun yang baru sulit dilakukan oleh pendiri. Dalam hal ini konsep ”pool of fund” diubah menjadi sistem ”cluster”, di mana peserta dapat memilih di awal apakah danan pensiunnya akan dikelola berlandaskan prinsip syariah atau tetap dengan cara sebelumnya. Sementara bagi Dana Pensiun Lembaga Keuangan, akan lebih mudah dilaksanakan dengan menawarkan pilihan pengelolaan dana yang sesuai syariah bagi pesertanya, selanjutnya mengikuti cara seperti yang dibahas di atas.
Adapun peraturan teknis lainnya, selain memperlajari aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional, baik tentang investasi, asuransi, maupun perbankan, dapat juga didiskusikan lebih lanjut dengan Dewan Pengawas Syariah yang ditetapkan oleh Dewan Syaraih Nasional untuk Dana Pensiun tersebut.
Dana Pensiun berdasakan prinsip syariah dengan pengalaman yang ada pada Bank syariah, asuransi syaraih, dan investasi syariah, didukung oleh fatwa Dewan Syariah Nasional, terlepas dari regulasi yang menjadi payung atas keberadaannya pada UU tentang Dana Pensiun, pada dasarnya sudah dapat dipraktekkan oleh dana pensiun yang baru atau yang sudah lama berdiri selama dalam sistem tata kelolanya turut menjadikan pengelolaan syariah sebagai garis pengelolaan Dana Pensiunnya. Mulai dari saat penerimaan peserta, penerimaan iuran, pengelolaan dana, pembayaran manfaat pensiun dan penggunaan lembaga manajer investasi, serta penerima titipan (custody), dituangkan dalam akad yang jelas dan sesuai, serta dikelola mengikuti aturan-aturan yang sesaui dengan syariah. Jika masih terdapat sebagian hal yang belum ada praktek syariahnya (seperti anuitas), hal ini tidak akan menjadi penghambat untuk melakukannya selama terus diupayakan jalan keluar sehingga suatu saat keluar dari situasi darurat atas hal tersebut, tanpa perlu menunggu bagian-bagian yang belum ada tersebut.
Semoga wacana ini membuka wawasan baru dan menjadi pembahasan untuk dijadikan pemikiran untuk terselenggaranya Dana Pensiun Berdasarkan Prinsip Syariah.

Beda sistem Konvensional dengan sistem Syariah November 1, 2009

Posted by Suheri in Sharia Economics.
add a comment

Secara singkat, perbedaan antara sistem konvensional dengan  sistem syariah pada lembaga keuangan dapat digambarkan sebagai berikut:

Bank

Bank konvensional menerapkan sistem pinjam-meminjam dengan menggunakan sistem bunga yang merupakan tambahan atas pinjaman,  di mana tambahan ini atau bunga diharamkan dalam syariah Islam. Dalam hal ini, apapun yang terjadi dengan yang meminjam uang, baik untung maupun rugi, maka yang meminjam harus membayar bunga sesuai dengan yang ditetapkan oleh Bank.

Sementara Bank syariah tidak menerapkan sistem pinjam-meminjam, melainkan sistem kerjasama atau jual beli.  Misalnya kerjasama antara pemilik modal dengan pengusaha (mudharobah), yang disepakati adalah jika untung, maka dilakukan pembagian keuntungan dengan proporsi yang ditetapkan atau disepakati.  Bisa juga jual beli (murabahah), di mana bank menjual suatu barang dengan mengambil marjin keuntungan, kemudian dicicil dengan cicilan tetap.  Dan bentuk-bentuk transaksi lain yang disediakan oleh Bank.

Ada sebagian orang mengatakan tidak ada bedanya antara konvensiaonal dengan syariah.  Ini adalah salah mutlak.  Pada konvensional, murni menggunakan sistem bunga, sedangkan syariah tidak menggunakan sistem bunga.  Dalam hal margin yang digunakan hampir sama dengan bunga, tidaklah menjadi alasan untuk membenarkan pendapat sebagian orang tersebut. Untuk menentukan marjin keuntungan, bank boleh saja menghitung dengan ‘benchmark’ pada perhitungan yang ada, namun transaksi yang dilakukan harus sesuai dengan kaidah-kaidah syariah, di mana ada transaksi dengan underlying assetnya, dan ada akad yang menyertainya.

Perusahaan Kredit

Kredit konvensional prinsipnya meminjamkan uang kepada nasabah untuk membeli suatu barang, di mana uang tersebut dikenakan bunga kemudian pengembaliannya dicicil sampai lunas.  Sementara kredit syariah, perusahaan kredit membeli barang kemudian menambahkan marjin keuntungannya, setelah itu dihitiung cicilannya tetap sampai lunas (murabahah) .  Seperti halnya pada transaksi murabahah  di bank, marjin keuntungan boleh saja dihitung dengan ‘benchmark’ pada perhitungan yang ada, namun transaksi yang dilakukan harus sesuai dengan kaidah-kaidah syariah, di mana ada transaksi dengan underlying assetnya, dan ada akad yang menyertainya.

Asuransi

Pada asuransi konvensional, terjadi transfer resiko dari nasabah ke perusahaan asuransi, dalam hal ini ada ketidakpastian dan jika terjadi kerugian maka perusahaan asuransi akan menanggung risiko yang sangat besar, sebaliknya jika tidak terjadi kerugian maka nasabah tidak mendapatkan apa-apa.  Jadi ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan pada kedua sisi.

Sementara Asuransi syariah, akadnya adalah tolong menolong sesama peserta asuransi. Perushaan asuransi hanya mengelola saja, untuk itu perusahaan mendapat fee atas pengelolaan.  Premi yang dibayar oleh nasabah merupakan dana sumbangan yang dikumpulkan untuk saling tolong menolong di antara sesama nasabah jika terjadi kerugian pada salah satu nasabah.  Jika terjadi kerugian pada satu nasabah, maka kumpulan dana sumbangan tersebut yang akan digunakan untuk membayar klaim.  Dalam hal ini perusahaan aasauransi syariah tidak mengalami kerugian sama sekali.  Sebaliknya jika nasabah tidak mengalamai musibah, yang bersangkutan juga tidak mengalami kerugian atas preminya, karena akadnya ketika membayar premi adalah atas dasar tolong-menolong sesama peserta.

Reksadana, Saham, dll

Reksadana maupun saham yang ditransaksikan secara konvensional, tidak memperhatikan apakan transaksi tersebut bersifat spekulatif atau tidak dan demikian juga dengan jenis instrumen yang ditransaksikan tidak melihat apakah emitennya comply secara syariah ataupun tidak.

Sementara reksadana syariah maupun saham syariah, emiten atau instrumennya haruslah comply dengan syariah.  Adapun instrumen maupun saham yang sesuai syariah tersebut dapat mengacu pada Fatwa MUI yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.

Kesimpulan

Bagi yang ingin menerapkan syariah dalam transaksi keuangannya, cukup pilih lembaga keuangan syariah sesuai dengan kebutuhannya.  Tidak perlu berdebat apakah ada bedanya atau tidak ada bedanya dengan konvensional, karena sudah ada yang memikirkannya dan ada Dewan syariah yang mengawasinya. Karena kalau kita berdebat terus, maka lembaga syariah yang ada tidak akan pernah maju.  Tentunya jika masih ada yang belum 100% sesuai syariah, para praktisi dan MUI akan menyempurnakannya.  Tugas kita adalah menjalankannya dan memberikan masukan untuk perbaikan. Dengan demikian, syariah akan maju seperti yang terjadi di Malaysia.

Perdagangan dalan Al-Qur’an dan Hadits April 27, 2008

Posted by Suheri in Sharia Economics.
Tags: ,
add a comment

Sistem Perdagangan Dalam Islam


ALLAH menciptakan manusia dengan suatu sifat saling membutuhkan antara satu dengan lainnya. Tidak ada seorangpun yang dapat menguasai seluruh apa yang diinginkan. Tetapi manusia hanya dapat mencapai sebagian yang dihajatkan itu. Dia mesti memerlukan apa yang menjadi kebutuhan orang lain.

Untuk itu Allah memberikan inspirasi (ilham) kepada mereka untuk mengadakan pertukaran perdagangan dan semua yang kiranya bermanfaat dengan cara jual-beli dan semua cara perhubungan. Sehingga hidup manusia dapat berdiri dengan lurus dan irama hidup ini berjalan dengan baik dan produktif. ………. untuk lebih lanjut silakan klik link berikut untuk download. Perdagangan Dalam Al-Quran Dan Hadits

Devising the right Islamic product for the market January 26, 2008

Posted by Suheri in Takaful.
Tags: , ,
add a comment

This Article was published in MiddleEast Insurance Review July 2007 Issue. This magazine is circulated mainly in Middle East and Asia Countries.

Takaful products more commonly referred to as Sharia products can grow in any kind of economic system, be they socialism or capitalism. It is not an opposed to these concepts and can survive equally in either of these systems. The Shariah system is based on religious laws created by God (Allah) and passed down to the Prophet in managing relationship between human beings and God and among human beings. In the non-Shariah system, some adjustments and changes have to be made to bring them in compliance with the Shariah system. This is largely through eliminating any concepts opposing with Shariah law. In the Shariah system, the most compelling concepts are helping each other, fairness in dealing with people, removing gambling and prohibiting interest (riba)….. To read more, click this link Devising

Multi-prong approach to raise consumer awareness of takaful January 26, 2008

Posted by Suheri in Takaful.
Tags: ,
add a comment

takaful2.jpgThis Article was published in MiddleEast Insurance Review November 2006 Issue. This magazine is circulated mainly in Middle East and Asia Countries.

The growth of Shariah insurance in Indonesia in the last few years has been very significant. Starting with only a few insurers in the 1990s, the country now has 30 Islamic insurance entities, including 16 general takaful operators, 11 life takaful players and three retakaful operators. Among them, three are full takaful companies comprising one general takaful and two life players. The others operate as a window or a unit in a conventional insurer. The fast growth in the takaful sector at the moment, though, is still not matched by the level of customer awareness about Shariah insurance itself. In one survey involving 954 respondents (57.44 % of whom have insurance while 42.56 % do not buy insurance), 99.64 % of the customers, who purchase insurance, claim that they do not understand Islamic insurance…. To read more click this link Awareness

Little contest between Shariah insurance and conventional insurance January 26, 2008

Posted by Suheri in Takaful.
Tags:
add a comment

takaful1.jpgThis Article was published in MiddleEast Insurance Review September 2006 Issue. This magazine is circulated mainly in Middle East and Asia Countries.

Islamic economic growth is a new trend in the world. The expansion has been so fast, coinciding with a crisis in the last decade in the conventional economy. There was chaos because of the growth and fluctuations in the money market.
Currency rate and bank interest rate fluctuations created difficulties for companies and banks with committed rates. Banks find it hard to meet returns commitments because they faced negative spreads at times. For companies which borrowed from banks, floating interest rates make it difficult to make repayments, particularly when interest rates shot up suddenly. This uncertain situation has become the weakness of the conventional economic system….. To read more click this Little Contest

Teori Uang dan Permintaan Uang December 30, 2007

Posted by Suheri in Sharia Economics.
Tags: , , , ,
add a comment

             Pada awalnya manusia memenuhi kebutuhannya sendiri yang dikenal dengan periode prabarter.  Namun dengan semakin bertambahnya keutuhan dan jumlah manusia,  maka terjadi pertukaran banrang yang disebut dengan barter.  Seiring dengan kemajuan zaman, merupakan suatu hal  yang tidak praktis jika seseorang harus menemukan orang yang  barang yang dibutuhkannya dan di waktu bersamaan membutuhkan barang dan jasa yang dimilikinya (double coincidence of wants). Dan  ini akan mempersulit muamalah antar manusia. Karenanya diperlukan suatu alat tukar yang dapat diterima oleh semua pihak. Alat tukar demikian disebut uang. Pertama kali, uang dikenal dalam peradaban Sumeria dan Babylonia. ………. Untuk lebih lanjut silakan klik link berikut untuk download. Teori Uang dan Permintaan Uang

SOCIAL SECURITY NET December 30, 2007

Posted by Suheri in Sharia Economics.
Tags: ,
add a comment

                 Jaminan sosial utamanya adalah sebuah bidang dari kesejahteraan sosial yang memperhatikan perlindungan sosial, atau perlindungan terhadap kondisi yang diketahui sosial, termasuk kemiskinan, usia lanjut, kecacatan, pengangguran, keluarga dan anak-anak, dan lain-lain (wikipedia.com).  Jaminan sosial merupakan hak asasi setiap warga negara sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2. Secara universal jaminan sosial dijamin oleh Pasal 22 dan 25 dalam Universal Declaration of Human Rights tahun 1948.  Lebih lanjut di Indonesia tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional didasarkan pada UU No. 40 Tahun 2004………. untuk lebih lanjut silakan klik link berikut untuk download.  Social Security Net